Surat dengan
Amplop Biru
Hari ini genap setahun aku meninggalkan rumah guna
menuntut ilmu di kota pelajar, Yogyakarta.
Ku tinggalkan orang-orang yang kucintai disana. Rasa rindu yang teramat
sangat kurasakan pada rumah terus menghantuiku. Entah berapa ember air mata
yang telah kuhasilkan dari rasa rinduku. Memang ini adalah jalan hidup yang kupilih
sendiri untuk hidupku. Bagiku, pendidikan merupakan hal yang utama dalam hidup
ini. Meninggalkan kampung halaman tercinta demi menempuh pendidikan di kota ini
artinya aku harus siap dengan semua resiko yang akan kuhadapi. Aku percaya
bahwa rasa rindu, takut, marah dan
perjuangan berat yang aku alami saat ini akan berbuah kebahagiaan bagi diriku
dan keluargaku tercinta.
Hari ini merupakan hari ulang tahunku. Ulang tahun
pertama yang kurayakan tanpa kehadiran keluargaku disisiku. Hari ulangtahun
yang biasanya aku rayakan dengan keluarga, teman, dan sahabat – sahabatku,
hanya tinggal kenangan saat ini. Sepucuk surat beramplop biru muda yang datang
didepan pintu kamar kosku merupakan sebuah hadiah yang ibu berikan padaku. Saat
menerimanya, rasa sedih dan air mata yang tak terbendung mulai membasahi mataku
saat aku membacanya.
"Teruntuk anakku tercinta, Fatimah yang sedang dalam
perantauannya.
SELAMAT ULANGTAHUN ANAKKU TERCINTA!!
Ibu, Ayah, dan Adik sangat bangga atas apa yang
telah kamu lakukan selama ini.
Kami selalu mendoakan yang terbaik bagimu.
Kami sangat rindu padamu. Ibu berharap kamu selalu
berada dalam lindungan Yang Maha Kuasa.
Ibu tahu kamu rindu akan masakkan ibu. Biasanya
kita selalu merayakan ulangtahunmu dengan memotong tumpeng kesukaanmu.
Surat ini merupakan wujud hadiaah yang dapat ibu
dan ayah berikan untukmu.
Fatimah sayang,
Lampu
belajar masih menemani. Buku masih terbuka. Berjam-jam duduk di meja belajar.
Mata terus membaca, tangan mencatat di buku tulis. Di kamar yang mungil, jauh
dari kampung halaman.
Kamu pasti masih mengingat saat kami mengantarkanmu
melepas bersekolah jauh. Kristal butiran
air mata Ibu saat melepas anak tercintaya berangkat seakan cermin jernihnya
cinta. Bagi kami, kamu adalah cinta berbalut harapan. Kami melepaskanmu untuk
merantau jauh demi pendidikan yang lebih baik; melepaskannya dengan cinta,
mengalunginya dengan harapan, dan menyematkannya doa tanpa akhir.
Ibu dan Ayah yakin jalan hidup yang kamu pilih ini
akan mengantarkanmu menuju kesuksesan. Yakinlah nak, bahwa pendidikan bisa
mengantarkan pada kehidupan yang lebih baik. Jadikan pendidikan sebagai tangga
untuk menuju cita-cita, menuju harapan. Tiap hari satu anak tangga dilewati. Anak
muda sepertimu memang seharusnya pilih jalan mendaki. Jalan berat penuh
tantangan tapi bisa mengantarkan ke puncak. Jadikan perpisahan dengan keluarga
itu sebagai awal perjumpaan dengan cita-cita.
Fatimah, ketahuilah bahwa dalam setiap tiap lembar
bacaan, ada doa Ibu dan Ayah. Pada tiap karya tulis dan pekerjaan dari guru
atau dosen, ada harapan dari Ibu dan Ayah. Kami mungkin tidak tahu satu per
satu yang dikerjakan anaknya, tapi kami tak pernah berhenti hibahkan semua yang
kami miliki untuk kebaikan dan kebahagiaanmu.
Janjilah kepada Ibu dan Ayah, suatu hari nanti kami
akan melihat anak perempuan yang sangat kami cintai pulang membawa ilmu,
membawa makna dan menjawab semua doa dengan melampaui harapan Ibu dan Ayah. Izinkan kami kelak
menyongsongmu dengan rasa bangga dan syukur. Doa tulus yang selalu kami
tuturkan dijawab oleh keberhasilan
anaknya.
Sekali lagi, SELAMAT ULANG TAHUN."
Salam Sayang
Ayah dan Ibu.
Ketika selesai membaca surat itu, air mataku sudah
tak tertahankan. Isak tangisku terdengar dengan jelas. Setelah itu, terdengar suara ketukan pintu dari kamar kosku. akupun segera mengusap air mataku dan segera berlari membukakan pintu. Ketika pintu kubuka...... terdapat 3 orang yang berdiri dengan tegap dan tatapan yang selama ini kurindukan. Keluargaku. Segera saja kupeluk mereka dengan erat. Beban hidup yang selama ini berada di pundakku seketika menghilang. "AYAH, IBU, ADIK!!!" Hanya itu yang dapat kuucapkan pada mereka. "Selamat Ulang Tahun anak perempuan ayah" Ayah membalas ucapanku sambil mengelus kepalaku.
Disusun oleh :
Kanaya Ratu Aprillia (18)
Mahayu Sarita (20)
M. Rizqi Ramadlan (25)
0 komentar:
Posting Komentar