Sabtu, 23 Juli 2016

Surat dengan Amplop Biru

Surat dengan Amplop Biru
Hari ini genap setahun aku meninggalkan rumah guna menuntut ilmu di kota pelajar, Yogyakarta.  Ku tinggalkan orang-orang yang kucintai disana. Rasa rindu yang teramat sangat kurasakan pada rumah terus menghantuiku. Entah berapa ember air mata yang telah kuhasilkan dari rasa rinduku. Memang ini adalah jalan hidup yang kupilih sendiri untuk hidupku. Bagiku, pendidikan merupakan hal yang utama dalam hidup ini. Meninggalkan kampung halaman tercinta demi menempuh pendidikan di kota ini artinya aku harus siap dengan semua resiko yang akan kuhadapi. Aku percaya bahwa  rasa rindu, takut, marah dan perjuangan berat yang aku alami saat ini akan berbuah kebahagiaan bagi diriku dan keluargaku tercinta.

Hari ini merupakan hari ulang tahunku. Ulang tahun pertama yang kurayakan tanpa kehadiran keluargaku disisiku. Hari ulangtahun yang biasanya aku rayakan dengan keluarga, teman, dan sahabat – sahabatku, hanya tinggal kenangan saat ini. Sepucuk surat beramplop biru muda yang datang didepan pintu kamar kosku merupakan sebuah hadiah yang ibu berikan padaku. Saat menerimanya, rasa sedih dan air mata yang tak terbendung mulai membasahi mataku saat aku membacanya.

"Teruntuk anakku tercinta, Fatimah yang sedang dalam perantauannya.

SELAMAT ULANGTAHUN ANAKKU TERCINTA!!
Ibu, Ayah, dan Adik sangat bangga atas apa yang telah kamu lakukan selama ini.
Kami selalu mendoakan yang terbaik bagimu.
Kami sangat rindu padamu. Ibu berharap kamu selalu berada dalam lindungan Yang Maha Kuasa.
Ibu tahu kamu rindu akan masakkan ibu. Biasanya kita selalu merayakan ulangtahunmu dengan memotong tumpeng kesukaanmu.
Surat ini merupakan wujud hadiaah yang dapat ibu dan ayah berikan untukmu.

Fatimah sayang,
      Lampu belajar masih menemani. Buku masih terbuka. Berjam-jam duduk di meja belajar. Mata terus membaca, tangan mencatat di buku tulis. Di kamar yang mungil, jauh dari kampung halaman.
Kamu pasti masih mengingat saat kami mengantarkanmu  melepas bersekolah jauh. Kristal butiran air mata Ibu saat melepas anak tercintaya berangkat seakan cermin jernihnya cinta. Bagi kami, kamu adalah cinta berbalut harapan. Kami melepaskanmu untuk merantau jauh demi pendidikan yang lebih baik; melepaskannya dengan cinta, mengalunginya dengan harapan, dan menyematkannya doa tanpa akhir.

Ibu dan Ayah yakin jalan hidup yang kamu pilih ini akan mengantarkanmu menuju kesuksesan. Yakinlah nak, bahwa pendidikan bisa mengantarkan pada kehidupan yang lebih baik. Jadikan pendidikan sebagai tangga untuk menuju cita-cita, menuju harapan. Tiap hari satu anak tangga dilewati. Anak muda sepertimu memang seharusnya pilih jalan mendaki. Jalan berat penuh tantangan tapi bisa mengantarkan ke puncak. Jadikan perpisahan dengan keluarga itu sebagai awal perjumpaan dengan cita-cita.

Fatimah, ketahuilah bahwa dalam setiap tiap lembar bacaan, ada doa Ibu dan Ayah. Pada tiap karya tulis dan pekerjaan dari guru atau dosen, ada harapan dari Ibu dan Ayah. Kami mungkin tidak tahu satu per satu yang dikerjakan anaknya, tapi kami tak pernah berhenti hibahkan semua yang kami miliki untuk kebaikan dan kebahagiaanmu.

Janjilah kepada Ibu dan Ayah, suatu hari nanti kami akan melihat anak perempuan yang sangat kami cintai pulang membawa ilmu, membawa makna dan menjawab semua doa dengan melampaui  harapan Ibu dan Ayah. Izinkan kami kelak menyongsongmu dengan rasa bangga dan syukur. Doa tulus yang selalu kami tuturkan  dijawab oleh keberhasilan anaknya.

Sekali lagi, SELAMAT ULANG TAHUN."

Salam Sayang
Ayah dan Ibu.



Ketika selesai membaca surat itu, air mataku sudah tak tertahankan. Isak tangisku terdengar dengan jelas.  Setelah itu, terdengar suara ketukan pintu dari kamar kosku. akupun segera mengusap air mataku dan segera berlari membukakan pintu. Ketika pintu kubuka......  terdapat 3 orang yang berdiri dengan tegap dan tatapan yang selama ini kurindukan. Keluargaku. Segera saja kupeluk mereka dengan erat. Beban hidup yang selama ini berada di pundakku seketika menghilang. "AYAH, IBU, ADIK!!!"  Hanya itu yang dapat kuucapkan pada mereka. "Selamat Ulang Tahun anak perempuan ayah" Ayah membalas ucapanku sambil mengelus kepalaku. 
















Disusun oleh :
Kanaya Ratu Aprillia (18)
Mahayu Sarita (20)
M. Rizqi Ramadlan (25)

0 komentar:

Posting Komentar